Nabi Luth‘alaihissalam berhijrah bersama
pamannya Nabi Ibrahim ‘alaihissalam menuju Mesir.
Keduanya tinggal di sana beberapa lama, lalu kembali ke Palestina. Di tengah
perjalanan menuju Palestina, Nabi Luth meminta izin kepada pamannya Nabi
Ibrahim ‘alaihissalam untuk pergi menuju negeri Sadum (di dekat laut
mati di Yordan) karena Allah telah memilihnya sebagai Nabi-Nya dan Rasul-Nya
yang diutus kepada negeri tersebut, maka Nabi Ibrahim mengizinkannya dan Nabi
Luth pun pergi ke Sadum serta menikah di sana.
Ketika itu, akhlak
penduduknya sangat buruk sekali, mereka tidak menjaga dirinya dari perbuatan
maksiat dan tidak malu berbuat kemungkaran, berkhianat kepada kawan, dan
melakukan penyamunan. Di samping itu, mereka mengerjakan perbuatan keji yang
belum pernah dilakukan oleh seorang pun sebelumnya di alam semesta. Mereka
mendatangi laki-laki untuk melepaskan syahwatnya dan meninggalkan wanita.
Saat itu, Nabi Luth ‘alaihissalam
mengajak penduduk Sadum untuk beriman dan meninggalkan perbuatan keji itu.
Beliau berkata kepada mereka.
Tetapi kaum Luth tidak peduli dengan seruan itu, bahkan bersikap sombong
terhadapnya serta mencemoohnya. Meskipun begitu, Nabi Luth ‘alaihissalam
tidak putus asa, ia tetap bersabar mendakwahi kaumnya; mengajak mereka dengan
bijaksana dan sopan, ia melarang dan memperingatkan mereka dari melakukan
perbuatan munkar dan keji. Akan tetapi, kaumnya tidak ada yang beriman
kepadanya, dan mereka lebih memilih kesesatan dan kemaksiatan, bahkan mereka
berkata kepadanya dengan hati mereka yang kasar, “Datangkanlah kepada kami
azab Allah, jika kamu termasuk orang-orang yang benar.” (QS. Al ‘Ankabbut:
29)
Mereka juga mengancam akan mengusir
Nabi Luth ‘alaihissalam dari kampung mereka karena memang ia adalah
orang asing, maka Luth pun marah terhadap sikap kaumnya; ia dan keluarganya
yang beriman pun menjauhi mereka.
“Mengapa kamu tidak bertakwa?”–
Sesungguhnya aku adalah seorang Rasul kepercayaan (yang diutus) kepadamu,–Maka
bertakwalah kepada Allah dan taatlah kepadaku.–Dan aku sekali-kali tidak minta
upah kepadamu atas ajakan itu; upahku tidak lain hanyalah dari Tuhan semeta
alam.–Mengapa kamu mendatangi jenis laki-laki di antara manusia,– Dan kamu
tinggalkan istri-istri yang dijadikan oleh Tuhanmu untukmu, bahkan kamu adalah
orang-orang yang melampaui batas.” (QS. Asy Syu’ara: 160-161)
Tetapi kaum Luth tidak peduli dengan seruan itu, bahkan bersikap sombong
terhadapnya serta mencemoohnya. Meskipun begitu, Nabi Luth ‘alaihissalam
tidak putus asa, ia tetap bersabar mendakwahi kaumnya; mengajak mereka dengan
bijaksana dan sopan, ia melarang dan memperingatkan mereka dari melakukan
perbuatan munkar dan keji. Akan tetapi, kaumnya tidak ada yang beriman
kepadanya, dan mereka lebih memilih kesesatan dan kemaksiatan, bahkan mereka
berkata kepadanya dengan hati mereka yang kasar, “Datangkanlah kepada kami
azab Allah, jika kamu termasuk orang-orang yang benar.” (QS. Al ‘Ankabbut:
29)
Mereka juga mengancam akan mengusir
Nabi Luth ‘alaihissalam dari kampung mereka karena memang ia adalah
orang asing, maka Luth pun marah terhadap sikap kaumnya; ia dan keluarganya
yang beriman pun menjauhi mereka. Istrinya lebih memilih kafir dan
ikut bersama kaumnya serta membantu kaumnya mengucilkannya dan
mengolok-oloknya. Terhadap istrinya ini, Allah Subhanahu wa Ta’ala
membuatkan perumpamaan,
"Allah membuat istri Nuh dan
istri Luth sebagai perumpamaan bagi orang-orang kafir. Keduanya berada di bawah
pengawasan dua orang hamba yang saleh di antara hamba-hamba kami; lalu kedua
istri itu berkhianat kepada suaminya (masing-masing), maka suaminya itu tidak
dapat membantu mereka sedikit pun dari (siksa) Allah; dan dikatakan (kepada
keduanya), “Masuklah ke dalam Jahannam bersama orang-orang yang masuk
(jahannam).” (QS. At Tahrim: 10)
Pengkhianatan istri Nabi Luth
kepada suaminya adalah dengan kekafirannya dan tidak beriman kepada Allah Subhnahu
wa Ta’ala.
Kemudian Allah Subhanahu
wa Ta’ala mengutus tiga orang malaikat dalam bentuk manusia yang rupawan,
lalu mereka mampir dulu menemui Nabi Ibrahim ‘alaihissalam. Nabi
Ibrahim ‘alaihissalam mengira bahwa mereka adalah manusia, maka Nabi
Ibrahim segera menjamu mereka dengan menyembelih seekor anak sapi yang gemuk,
tetapi mereka tidak mau makan.
Para malaikat
juga memberikan kabar gembira kepada Nabi Ibrahim, bahwa Allah Subhanahu wa
Ta’ala akan mengaruniakan kepadanya anak dari istrinya, yaitu Sarah
bernama Ishaq ‘alaihissalam. Para malaikat kemudian memberitahukan
kepada Nabi Ibrahim ‘alaihissalam, bahwa mereka akan berangkat menuju
negeri Sadum untuk mengazab penduduknya karena kekafiran dan kemaksiatan
mereka.
Lalu Nabi Ibrahim ‘alaihissalam
memberitahukan, bahwa di sana terdapat Luth, maka para malaikat pun
menenangkannya dengan memberitahukan, bahwa Allah akan menyelamatkan dia dan
keluarganya selain istrinya yang kafir.
Para malaikat
pun keluar dari rumah Ibrahim dan pergi menuju negeri Sadum, hingga mereka
sampai di rumah Luth dan mereka datang sebagai para pemuda yang tampan. Saat
Nabi Luth ‘alaihissalam melihat mereka, maka Nabi Luth mengkhawatirkan
keadaan mereka, dan tidak ada yang mengetahui kedatangan mereka selain istri
Nabi Luth, hingga akhirnya istrinya keluar dari rumahnya dan memberitahukan
kaumnya tentang kedatangan tamu-tamu Nabi Luth yang rupawan.
Maka kaumnya pun datang dengan
bergegas menuju rumah Nabi Luth dengan maksud untuk melakukan perbuatan keji
dengan para tamunya itu. Mereka berkumpul sambil berdesakan di dekat pintu
rumahnya sambil memanggil Nabi Luth dengan suara keras meminta Nabi Luth
mengeluarkan tamu-tamunya itu kepada mereka.
Masing-masing dari mereka berharap
dapat bersenang-senang dan menyalurkan syahwatnya kepada tamu-tamunya itu, lalu
Nabi Luth menghalangi mereka masuk ke rumahnya dan menghalangi mereka dari
mengganggu para tamunya, ia berkata kepada mereka, “Sesungguhnya mereka
adalah tamuku; maka janganlah kamu membuatku malu,–Dan bertakwalah kepada Allah
dan janganlah kamu membuat aku terhina.” (QS. Al Hijr: 68-69)
Nabi Luth juga
mengingatkan mereka, bahwa Allah Subhnahu wa Ta’ala telah menciptakan
wanita untuk mereka agar mereka dapat menyalurkan syahwatnya, akan tetapi kaum
Luth tetap ingin masuk ke rumahnya. Ketika itu, Nabi Luth ‘alaihissalam
tidak mendapati seorang yang berakal dari kalangan mereka yang dapat
menerangkan kesalahan mereka dan akhirnya Nabi Luth merasakan kelemahan
menghadapi mereka sambil berkata, ““Seandainya aku mempunyai kekuatan
(untuk menolakmu) atau kalau aku dapat berlindung kepada keluarga yang kuat
(tentu aku lakukan).” (QS. Huud: 80)
Saat itulah, para tamu Nabi Luth
memberitahukan siapa mereka kepada Nabi Luth, dan bahwa mereka bukan manusia
tetapi malaikat yang datang untuk menimpakan azab kepada kaumnya yang fasik
itu.
Tidak berapa
lama, kaum Luth mendobrak pintu rumahnya dan menemui para malaikat itu, lalu
salah seorang malaikat membuat buta mata mereka dan mereka kembali dalam
keadaan sempoyongan di antara dinding-dinding rumah. Kemudian para malaikat
meminta Nabi Luth untuk pergi bersama keluarganya pada malam hari, karena azab
akan menimpa mereka di pagi hari. Mereka juga menasihatinya agar ia dan
keluarganya tidak menoleh ke belakang saat azab itu turun, agar tidak menimpa
mereka.
Di malam hari,
Nabi Luth ‘alaihissalam dan keluarganya pergi meninggalkan negeri
Sadum. Setelah mereka pergi meninggalkannya dan tiba waktu Subuh, maka Allah
mengirimkan kepada mereka azab yang pedih yang menimpa negeri itu.
Saat itu, negeri
tersebut bergoncang dengan goncangan yang keras, seorang malaikat mencabut
negeri itu dengan ujung sayapnya dan mengangkat ke atas langit, lalu dibalikkan
negeri itu; bagian atas menjadi bawah dan bagian bawah menjadi atas, kemudian
mereka dihujani dengan batu yang panas secara bertubi-tubi. Allah Ta’ala
berfirman, “Maka ketika datang azab Kami, Kami jadikan negeri kaum Luth itu
yang di atas ke bawah (kami balikkan), dan Kami hujani mereka dengan batu dari
tanah yang terbakar dengan bertubi-tubi,–Yang diberi tanda oleh Tuhanmu, dan
siksaan itu tidaklah jauh dari orang-orang yang zalim.” (QS. Huud: 82-83)
Allah Subhanahu wa Ta’ala
menyelamatkan Nabi Luth dan keluarganya selain istrinya dengan rahmat dari
Allah Subhanahu wa Ta’ala, karena mereka menjaga pesan itu, bersyukur
atas nikmat Allah dan beribadah kepada-Nya.
Maka Nabi Luth dan keluarganya
menjadi teladan baik dalam hal kesucian dan kebersihan diri, sedangkan kaumnya
menjadi teladan buruk dan pelajaran bagi generasi yang datang setelahnya. Allah
Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
“Dan Kami tinggalkan pada
negeri itu suatu tanda bagi orang-orang yang takut kepada siksa yang pedih.” (Terj.
Adz Dzaariyat: 37)
Kisah-kisah Nabi Luth dapat dilihat
di beberapa tempat dalam Al Qur’an, di antaranya: QS. Al A’raaf: 80-84, QS.
Hud: 69-83, QS. Al Hijr: 51-77, QS. Asy Syu’araa’: 160-175, QS. An Naml: 54-58,
QS. Al ‘Ankabut: 28-35, QS. Ash Shaaffaat: 133-138, QS. Adz Dzaariyat:
31-37, dan QS. Al Qamar: 33-40.
0 komentar:
Posting Komentar